Kejadian
seperti itu aku alami terakhir kalinya ketika aku kelas 3 SD sekitar tahun 2001
atau 2002. Sewaktu kecil, hal seperti ini hampir terjadi setiap harinya.
Semakin usiaku bertambah, kejadian itu semakin jarang terjadi sampai malam itu…
Minggu, 23
Oktober 2016
Waktu sudah
menunjukkan pukul 23.30 atau setengah jam menuju pergantian hari. Saat itu aku
belum begitu mengantuk dan masih memainkan ponselku sambil menonton beberapa
video agar kantuk cepat tiba. Teringat esok adalah hari Senin dan paginya aku
harus berangkat ke kantor.
Kantuk yang
belum kunjung datang membuatku memaksa diri untuk tidur dan segera mematikan
seluruh lampu. Aku memang tidak bisa tidur walaupun hanya ada sedikit cahaya.
Rasanya mengganggu. Sebelum tidur, aku baru mau mematikan sambungan internet di
ponselku sampai muncul tiga notifikasi, salah satunya sms. Aku berniat untuk
melihatnya besok pagi saja dan langsung mematikan internet. Tidak sengaja
terbaca olehku pop up sms yang baru saja masuk. Sms itu berasal dari nomor tak
dikenal yang isinya
“Mereka telah menunggumu dan akan segera
menyambutmu di sana…”
Aku tidak
menghiraukannya karena akhir-akhir ini memang banyak nomor penipuan atau nomor
tak dikenal yang iseng. Aku lama-lama pun terlelap sampai tiba-tiba merasa
terhisap oleh lorong gelap yang panjang hingga tiba di suatu tempat. Tempat
yang asing.
Aku
terjatuh di sebuah ruangan dari rumah tua yang sangat luas bergaya jawa yang
dilengkapi pendopo, beberapa pengawal ,
arsitektur dan perabotan ala zaman dahulu yang serba kayu dengan ukiran-ukiran
antik. Sepertinya rumah ini bukan rumah orang biasa. Aku mulai menelusuri
ruangan kulihat kanan kiri ada beberapa lukisan yang masing-masing
menggambarkan lelaki menggunakan busana khas Jawa. Rautnya tegas. Sepertinya bukan
orang dari kalangan biasa. Sambil berjalan menelusuri rumah yang sunyi itu
kudengar sayup-sayup sekumpulan orang saling berbincang berpadu dengan musik
lawas yang mengalun merdu. Aku segera berlari kecil mendekat dan mulai melihat
ada aula besar yang dihiasi lampu antik nan mewah. Aku hanya melihat dari
kejauhan ada puluhan atau mungkin ratusan orang yang menggunakan baju mewah
saling berdansa. Kaum lelaki memakai jas agak longgar bewarna abu-abu dan putih
dengan topi bundar khas meneer Belanda, sedangkan kaum perempuan memakai gaun
kurung penuh renda dan rambutnya dihiasi pita besar.
Aku mulai
merasa aneh. Mengapa di dalam rumah bergaya tradisional seperti ini ada
sekumpulan orang kulit putih yang saling bercengkrama sambil memegang gelas
berisi…mungkin wine, karena yang aku tahu itu berwarna merah. Aku terhanyut
dalam pikiranku sampai ada seseorang menepukku dari belakang. Segera ku
berbalik.
“Sedang apa
di sini?”
Aku lihat
dari atas sampai bawah pakaiannya seperti seorang pengawal atau mungkin abdi
dalem dengan pakaian larik coklat hitam yang khas. Dia bertanya dengan nada kebingungan. Aku yang bingung hanya bisa tengok
kanan-kiri dan gugup tak tahu harus jawab apa sampai ada seorang wanita paruh
baya dengan kebaya kuning lengkap dengan sanggulnya datang dan tersenyum
padaku.
“Ruangannya
di sebelah sini…”
Ruangan?
Ruangan apa? Dia menunjukkan jalan sambil tersenyum ramah dan aku yang masih
bingung dengan apa yang terjadi mulai mengikutinya. Lama-lama aku ketinggalan di
belakang dan tiba-tiba wanita itu menghilang entah ke mana. Ada banyak ruangan dan
pintu di sana. Ketika aku memutuskan membuka satu pintu, aku melihat ada 4
orang yang berpakaian “normal” sepertiku. Mereka terlihat kebingungan, bahagia
sekaligus cemas melihatku di sana. Mereka hanya bisa berbicara lirih dengan
nada panik.
“Cepat cari
pintu keluar!”
“Segera
pergi dari sini mumpung mereka nggak lihat kamu!”
“Cepat
pergi sebelum ketahuan!”
“Buruan
lari!”
Aku yang
bingung ditambah panik mulai mundur meninggalkan mereka dan berlari sekuat
tenaga sampai aku tertubruk seseorang kakek yang juga memakai busana jawa
dengan blankon sambil memasang muka tidak suka kepadaku.
“MAU KEMANA
KAMU? MAU KEMANA?” tanyanya sambil setengah berteriak.
“A..aku…itu…”
sambil tidak sadar menoleh ke arah 4 orang tadi.
Kakek itu
melihat mereka lalu melihatku kembali dengan muka penuh amarah. Aku segera
berbalik dan berlari tak tahu arah dan kakek itu mulai mengejarku. Aku terus
berlari sampai kakek itu menghilang dan aku merasa aman. Aku melihat sekitar
dan ada sebuah pintu. Aku langsung berlari ke sana berharap itu jalan keluar.
Segera kubuka pintu itu, tapi yang kudapat adalah lorong panjang gelap yang
membuatku berteriak.
“AAAAAAAAAAAAAAA”
Aku
terbangun. Aku melihat ibuku di sebelahku dan melihat sekeliling matahari telah
memancar. Sial! Aku kesianganan. Aku segera bangun tapi ibuku menahanku sambil
bertanya.
“Kenapa?
Tadi mimpi apa? Kok sampai keringetan gitu?”
“Tadi...
mimpi dikejar-kejar…sama…” jawabku dengan nafas tak teratur.
“Yaudah…cuma
mimpi kan…tiduran dulu aja 20 menitan. Belum telat kok. Nanti ibu bangunin.”
Aku belum
beranjak dari kasur dan malah terlelap kembali.
Dan
terbangun menyadari aku berada di lorong sempit. Aku berusaha keluar tetap
tidak bisa. Hampir aku hampir menangis tapi kemudian mendengar teriakan tidak
asing. Adikku. Teriakannya seperti meminta tolong. Aku segera mencari jalan
keluar sampai tiba-tiba terperosok dan….terbangun kembali.
“Ah cuma
mimpi rupanya”
Dengan
kepala sedikit pusing aku masih mendengar teriakan adikku meminta tolong. Ibuku
tidak ada. Aku segera menghampiri ke kamarnya. Adikku tidak ada. Tapi terdengar
seperti ada yang menggedor-gedor dari dalam lemarinya. Aku segera membukanya.
Adikku, yang sudah berumur 17 itu menangis sejadi-jadinya dan memintaku
mengeluarkannya dari lemari. Saat menarik keluar, rasanya seperti ada yang
menahan adikku dari dalam. Aku segera mencari bantuan para tetangga dan
berhasil mengeluarkan adikku. Dia diamankan oleh tetangga ke luar rumah dan aku
memeriksa lemari. Penuh dengan anak-anak kecil yang tangannya menjulur keluar seperti akan menarikku ke dalam.
Aku yang
ketakutan segera menutup lemari lalu bergegas keluar rumah dan ketika aku mau menghampiri para tetangga yang
tadi menyelamatkan adikku, aku merasa….tertahan….dan seperti ada yang
mengontrol tubuhku. Aku mencoba merangkak dengan sekuat tenaga, berusaha
berteriak meminta tolong tapi tenggorokanku rasanya sakit walaupun tidak bisa
mengeluarkan suara. Aku rasanya ingin menangis dan masih mencoba
merangkak. Sampai di depan rumah aku segera melambaikan tangan bermaksud
meminta tolong tapi tiba-tiba nafasku tercekat. Seperti ada sesuatu yang
mencekikku sampai leherku sakit, tidak bisa bernafas dan kemudian…
Aku
terbangun dengan nafas tersengal-sengal. Kulihat sekeliling. Aku berada di
kamar kosku yang gelap karena lampu yang kumatikan tadi. Ya, di sini seharusnya
aku berada. Bukan di rumah keraton itu atau di rumahku yang jaraknya ratusan
kilometer dari sini. Aku mulai mengatur nafas dan merasa lega. Ternyata tadi
aku mimpi buruk. Aku mulai beristighfar lirih dan membaca ayat kursi. Kuambil
ponselku untuk melihat jam.
Pukul 04.00
pagi
Ah masih
jam 4 rupanya. Seketika aku memegang ponsel, aku teringat sms misterius yang
aku terima sebelum aku tertidur. Kubuka inbox smsku untuk mengecek. Tidak ada!
Tidak ada
pesan masuk apapun sampai aku harus mengecek semua pesan sampai bawah. Aku ingat
betul pesan itu belum kubuka apalagi aku hapus. Seharusnya ada di paling atas
di antara deretan pesan masuk. Aku rebahan dan mulai berkeringat dingin. Ayat
kursi yang kulantunkan pelan sudah tidak karuan dan mencoba untuk tenang lalu
kembali tidur untuk menenangkan diri sebelum waktu subuh tiba. Ketika aku
merebahkan diri, ada sesuatu yang memegang punggungku dari kasur. Bentuknya
seperti tangan. Hal ini aku alami terakhir kalinya 17 tahun yang lalu. Ada
sebuah tangan yang menempel di punggungku. Aku mencoba memejamkan mata kembali
sambil membaca ayat kursi. Lama-kelamaan aku tertidur dan merasakan tangan itu
hilang perlahan dari punggungku. Aku terlelap kembali sampai alarm ponselku
berbunyi pada pukul 04.45 tanda aku harus bangun dan melaksanakan solat subuh.
Aku langsung bergegas bangun dari kasur, menyalakan semua lampu dan merasakan
kepalaku sangat pusing seperti baru saja terbentur sesuatu yang sangat keras.
Aku tidak peduli dan langsung mengambil air wudhu lalu menunaikan ibadah subuh.
Kejadian
malam itu merupakan mimpi terburuk selama 17 tahun terakhir ini.
Nb: 60%
cerita ini merupakan kisah nyata penulis yang dibumbui dengan fiksi untuk
mendukung suasana dan cerita.